Muara Teweh – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Utara, Pariadi AR, SKM mengatakan bahwa di Indonesia data dari riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukan bahwa prevelansi penyakit jantung koroner (PJK) sejak tahun 2007-2018 mengalami peningkatan.
“Selain itu, data juga menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran usia pasien PJK yang tadinya banyak terjadi di usia tua, saat ini PJK juga dialami oleh kelompok usia muda (25-34 tahun),” kata Kadis Kesehatan Pariadi saat membuka kegiatan pelatihan Basic Trauma Life Support (BTCLS) bagi perawat di Puskesmas lingkup Dinas Kesehatan Barito Utara, di aula dinas setempat, Rabu (4/9/2024).
Menurut dia berdasarkan jenis kelamin, prevalensi PJK terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan dengan laki-laki. Penduduk perkotaaan lebih banyak menderita PJK dibandingkan penduduk pedesaan. Dalam kondisi gawat darurat, PJK yang tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan henti jantung hingga kematian.
Selain PJK kata Pariadi, prevalensi cedera di IIndonesia juga mengalami peningkatan. Cedera yang tidak ditangani dengan baik selain dapat berujung pada kematian juga dapat berujung kecacatan yang mengganggu aktivitas sehari hari bahkan menyebabkan korban tidak produktif dan kehilangan pekerjaan.
Lebih lanjut Kadis Kesehatan, menurut data Riskesdas tahun 2018 cedera sering terjadi pada penduduk usia produktif (15-24 tahun) yang menyebabkan panca indera tidak berfungsi, kehilangan sebagian anggota badan dan catat permanen. Laki laki lebih sering mengalami cedera dibandingkan dengan wanita.
“Anggota gerak atas dan bawah adalah bagian tubuh yang paling sering mengalami cedera. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama terjadinya cedera. Berdasarkan tempat terjadinya, rumah dan lingkungan sekitarnya menjadi tempat tersering terjadinya cedera (44.7 persen) sedangkan jalan raya menempati posisi kedua tersering (31.4 persen),” kata dia.
Dijelaskan Pariadi, penanganan yang cepat dan tepat dari mulai pre-hospital hingga intra-hopital oleh perawat sangat penting untuk mencegah kecacatan dan kematian. Oleh karena itu perawat dituntut untuk memiliki kompentasi dalam menangani masalah kegawatdaruratan akibat trauma dan gangguan kardiovaskuler.
“Salah satu upaya dalam peningkatan kompetensi tersebut dilakukan melalui pelatihan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS). BTCLS merupakan salah satu pelatihan dasar bagi perawat dalam menangani masalah kegawatdaruratan akibat trauma dan gangguan kardiaovaskuler,” imbuhnya.
Ia juga mengatakan bahwa penananganan masalah tersebut ditunjukan untuk melakukan pengkajian awal dan memberikan penanganan kegawatdaruratan dasar sehinga dapat menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan.
“Pelatihan dasar ini ditunjukan bagi perawat, calon perawat yang berada pada masa pendidikan keperawatan disemester akhir dan perawat fresh graduated. Untuk mempertahankan dan mengembangkan kompetensi keperawatan gawat darurat (emergensi) bagi perawat yang sudah bekerja, telah dipersiapkan pelatihan keperawatan emergensi dasar, intermediate dan advanced,” kata Pariadi.
Puskesmas jelasnya merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan primer, yang berfungsi sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
“Pelatihan BTCLS sangat penting bagi perawat di Puskesmas karena dapat membantu mereka untuk mencegah kematian atau kerusakan organ pada korban gawat darurat atau bencana, menekan tingkat kecacatan akibat trauma dan jantung, melakukan penanganan pasien dengan kegawatdaruratan trauma dan kardiovaskular. Apresiasi juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan berpartisipasi aktif sehingga pelatihan BTCLS ini dapat dilaksanakan pada tahun ini,” pungkasnya.
Sementara pelaksana kegiatan pelatihan BTCLS mengatakan pelatihan ini diikuti sebanyak 30 orang peserta dari 17 Puskesmas yang ada di Kabupaten Barito Utara. Pelatihan dilaksanakan selama 6 hari dimulai pada 1-6 September 2024. Dengan metode pelatihan daring 3 hari dari tempat masing-masing dan luring selama 3 hari di aula Dinas Kesehatan setempat.
Sedangkan tim fasilitator atau instruktur sebayak 5 (lima) orang instruktur yang berpengalaman dibidang gawat darurat tersertifikasi sebagai fasilitator atau instruktur, satu pengendnali pelatihan dan satu petugas QS.(Af/tim)